SETELAH berkali-kali dirawat di RS Pertamina, Pak Harto, akhirnya meninggalkan kita semua, Innaltllahl wa inna Ilaihi rojiun. Kepergian Pak Harto mungkin masih akan meninggalkan berbagai kontroversi. Tetapi, sebagai orang beragama, kita diajarkan untuk mengenang yang baik-baik dari orang yang telah menghadap-Nya.
Tuhan, sering mempunyai rahasia.bagi umatnya.
Seorang yang tidak bermimpi menjadi presiden, telah menjadi presiden selama 32 tahun. Pak Harto bukanlah orang yang diperhitungkan menggantikan Presiden Soekarno, seandainya tidak terjadi peristiwa G30S/PKI. Pak Harto lepas dari sasaran pembunuhan G30S/PKI, bahkan kemudian berhasil menumpasnya. Apa yang akan terjadi, seandainya Pak Harto di waktu itu tidak tegar menghadapi situasi yang serba tidak menentu pada tanggal 1 Oktober 1965?
Bagaimana seorang yang tidak diperhitungkan itu ternyata berani tidak hadir untuk menghadap di Halim, ketika beberapa Jenderal Angkatan Darat usai terbunuh di pagi hari buta sebelumnya. Padahal, semua orang tahu, kekuasaan Presiden Soekarno sangat besar. Sebabnya, karena Pak Harto tahu, di Halim berkumpul orang-orang G30S/PKI Demikian juga betapa orang yang tidak diperhitungkan itu tidak menaati keputusan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Presiden oekarno yang mengangkat Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai care-taker Menteri/Pangllma Angkatan Darat, menggantikan Jenderal Ahmad Yani yang terbunuh G30S/PK1. Dan lebih jauh, betapa ia bisa berbeda pendapat dengan Panglima Tertinggi Bung Karno di dalam mensikapi pembubaran PKJ. Seandainya tidak ada orang seperti Soeharto, PKI mungkin akan selamat dari peristiwa G3OS/PKJ. Wajar, kalau Soeharto menjadi tokoh yang paling dibenci PKI.
Sikap seperti itu. mungkin dapat dianggap sebagai indisipliner. Namun, beda pendapat antara kepemimpinan sipil dan militer di Indonesia, sebenarnya sudah sering terjadi. Di awal kemerdekaan. Jenderal Soedirman berbeda dengan Bung Karno. Demikian juga kejatuhan Gus Dur, ketika Dckritnya tidak dipatuhi. Semua itu terjadi ketika kepentingan nasional dipertaruhkan. Ketika kekuatan sipil bertemu Pak Harto di markas Kostrad, masih di awal bulan Oktober 1965, Pak Harto masih ragu terhadap dukungan kekuatan sipil, partai-partai politik dan organisasi massa non Komunis yang dipimpin oleh Subchan ZE dkk. Padahal, di waktu itu Pak Harto sedang berhadapan dengan kekuatan G30S/PK1.
Cita-cita Madheg Pandlto
Menjelang sidang MPR tahun 1998, ada suara-suara Pak Harto tidak bersedia dicalonkan sebagai Presiden untuk yang ketujuh kalinya. Ibu Tien Soeharto, memang telah meminta Pak Ruslan Abdulgani (alm) untuk membujuk Pak Harto tidak bersedia dicalonkan lagi. Tetapi, Ketua Umum Golongan Karya. Harmoko meyakinkan, bahwa rakyat masih menghendaki Pak Harto untuk menjabat presiden lagi. Dan benar, pada sidang MPR di bulan Maret 1998, meskipun di luar gedung MPR sudah ada demo mahasiswa yang menghendaki Pak Harto berhenti, Pak Harto masih terpilih secara aklamasi oleh MPR. Ternyata, suara di gedung dan di luar MPR berbeda. Demo dan kerusuhan semakin membesar dan sikap pimpinan DPR/MPR pun berubah, meminta presiden Soeharto untuk
mengundurkan diri. Meskipun tidak melalui sidang MPR. akhirnya Pak Harto menyatakan berhenti hanya dua bulan setelah terpilih secara aklamasi. Apa yang terjadi, seandainya Pak Harto tidak menyatakan berhenti?
Pak Harto, sebagai Presiden/Mandatarls MPR, sebenarnya dibekali lagi sebuah senjata yang ampuh oleh MPR, yaitu untuk melakukan segala lindakan yang diperlukan terhadap hal-hal yang dapat menghambat Jalannya pembangunan. Ternyata, senjata Ini tidak pernah bisa digunakan. Ketika demo membesar, pimpinan DPR/MPR memintanya mundur. Pak Harto menyadari bahwa dukungan terhadapnya sudah memudar. Kalau Pak Harto tetap bertahan dan menumpas demo dengan kekerasan, barangkali darah anak-anak muda akan mengalir. Sebuah sikap ke negara wanan yang agaknya lepas dari perhatian kita.
Meskipun demikian, hujatan kepada Pak Harto terus berjalan. Niatnya untuk madheg pandita terganggu oleh gugatan hukum karena Tap XI/MPR/1999, mengamanatkan untuk mengadili Pak Harto dalam rangka pemberantasan KKN. Pak Harto sempat diadili, memperoleh SP3. dibuka kembali dan akhirnya memperoleh SKPP Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, ketika Pak Harto dirawat di RS unluk kesekian kalinya. Alhamdulillah, setelah Pak Harto wafat, masalah hukum terhadapnya Juga selesai.
Cita-citanya, mendirikan 999 masjid melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila juga sudah selesai tepat pada tanggal 9 bulan 9 tahun 2009 Semoga semua amai Pak Harto dapat lebih melapangkan Jalannya menghadap Tuhannya.
Tuhan, sering mempunyai rahasia.bagi umatnya.
Seorang yang tidak bermimpi menjadi presiden, telah menjadi presiden selama 32 tahun. Pak Harto bukanlah orang yang diperhitungkan menggantikan Presiden Soekarno, seandainya tidak terjadi peristiwa G30S/PKI. Pak Harto lepas dari sasaran pembunuhan G30S/PKI, bahkan kemudian berhasil menumpasnya. Apa yang akan terjadi, seandainya Pak Harto di waktu itu tidak tegar menghadapi situasi yang serba tidak menentu pada tanggal 1 Oktober 1965?
Bagaimana seorang yang tidak diperhitungkan itu ternyata berani tidak hadir untuk menghadap di Halim, ketika beberapa Jenderal Angkatan Darat usai terbunuh di pagi hari buta sebelumnya. Padahal, semua orang tahu, kekuasaan Presiden Soekarno sangat besar. Sebabnya, karena Pak Harto tahu, di Halim berkumpul orang-orang G30S/PKI Demikian juga betapa orang yang tidak diperhitungkan itu tidak menaati keputusan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Presiden oekarno yang mengangkat Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai care-taker Menteri/Pangllma Angkatan Darat, menggantikan Jenderal Ahmad Yani yang terbunuh G30S/PK1. Dan lebih jauh, betapa ia bisa berbeda pendapat dengan Panglima Tertinggi Bung Karno di dalam mensikapi pembubaran PKJ. Seandainya tidak ada orang seperti Soeharto, PKI mungkin akan selamat dari peristiwa G3OS/PKJ. Wajar, kalau Soeharto menjadi tokoh yang paling dibenci PKI.
Sikap seperti itu. mungkin dapat dianggap sebagai indisipliner. Namun, beda pendapat antara kepemimpinan sipil dan militer di Indonesia, sebenarnya sudah sering terjadi. Di awal kemerdekaan. Jenderal Soedirman berbeda dengan Bung Karno. Demikian juga kejatuhan Gus Dur, ketika Dckritnya tidak dipatuhi. Semua itu terjadi ketika kepentingan nasional dipertaruhkan. Ketika kekuatan sipil bertemu Pak Harto di markas Kostrad, masih di awal bulan Oktober 1965, Pak Harto masih ragu terhadap dukungan kekuatan sipil, partai-partai politik dan organisasi massa non Komunis yang dipimpin oleh Subchan ZE dkk. Padahal, di waktu itu Pak Harto sedang berhadapan dengan kekuatan G30S/PK1.
Cita-cita Madheg Pandlto
Menjelang sidang MPR tahun 1998, ada suara-suara Pak Harto tidak bersedia dicalonkan sebagai Presiden untuk yang ketujuh kalinya. Ibu Tien Soeharto, memang telah meminta Pak Ruslan Abdulgani (alm) untuk membujuk Pak Harto tidak bersedia dicalonkan lagi. Tetapi, Ketua Umum Golongan Karya. Harmoko meyakinkan, bahwa rakyat masih menghendaki Pak Harto untuk menjabat presiden lagi. Dan benar, pada sidang MPR di bulan Maret 1998, meskipun di luar gedung MPR sudah ada demo mahasiswa yang menghendaki Pak Harto berhenti, Pak Harto masih terpilih secara aklamasi oleh MPR. Ternyata, suara di gedung dan di luar MPR berbeda. Demo dan kerusuhan semakin membesar dan sikap pimpinan DPR/MPR pun berubah, meminta presiden Soeharto untuk
mengundurkan diri. Meskipun tidak melalui sidang MPR. akhirnya Pak Harto menyatakan berhenti hanya dua bulan setelah terpilih secara aklamasi. Apa yang terjadi, seandainya Pak Harto tidak menyatakan berhenti?
Pak Harto, sebagai Presiden/Mandatarls MPR, sebenarnya dibekali lagi sebuah senjata yang ampuh oleh MPR, yaitu untuk melakukan segala lindakan yang diperlukan terhadap hal-hal yang dapat menghambat Jalannya pembangunan. Ternyata, senjata Ini tidak pernah bisa digunakan. Ketika demo membesar, pimpinan DPR/MPR memintanya mundur. Pak Harto menyadari bahwa dukungan terhadapnya sudah memudar. Kalau Pak Harto tetap bertahan dan menumpas demo dengan kekerasan, barangkali darah anak-anak muda akan mengalir. Sebuah sikap ke negara wanan yang agaknya lepas dari perhatian kita.
Meskipun demikian, hujatan kepada Pak Harto terus berjalan. Niatnya untuk madheg pandita terganggu oleh gugatan hukum karena Tap XI/MPR/1999, mengamanatkan untuk mengadili Pak Harto dalam rangka pemberantasan KKN. Pak Harto sempat diadili, memperoleh SP3. dibuka kembali dan akhirnya memperoleh SKPP Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, ketika Pak Harto dirawat di RS unluk kesekian kalinya. Alhamdulillah, setelah Pak Harto wafat, masalah hukum terhadapnya Juga selesai.
Cita-citanya, mendirikan 999 masjid melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila juga sudah selesai tepat pada tanggal 9 bulan 9 tahun 2009 Semoga semua amai Pak Harto dapat lebih melapangkan Jalannya menghadap Tuhannya.
0 komentar:
Posting Komentar